Mayoritas publik Indonesia menolak wacana penundaan Pemilu 2024 ataupun penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Setidaknya, potret itu tergambar dalam survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) dengan tema "Sikap Publik Terhadap Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan Presiden" yang dirilis secara virtual, Kamis (3/3).
“70,7 persen publik menolak penundaan Pemilu 2024 ataupun penambahan masa jabatan Presiden,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dikutip Kantor Berita Politik RMOL.
Dijelaskan, dalam survei itu, responden disodorkan dua pilihan. Pertama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang masa jabatannya hingga 2027 tanpa Pemilu karena pandemi Covid yang belum berakhir.
Kedua, sesuai dengan UUD 1945, Presiden harus dipilih rakyat dan dibatasi hanya 2 masa jabatan masing-masing selama 5 tahun dan Presiden Jokowi harus berakhir masa jabatannya pada 2024 meskipun pandemi belum berakhir. Adalah tugas presiden baru nanti untuk meneruskan tugas menanggulangi pandemi jika 2024 Covid belum berakhir.
"Kami tanyakan dari dua ide tersebut, pendapat mana yang lebih disetujui oleh responden. Hasilnya, secara keseluruhan 70,7 persen menyetujui pendapat kedua. Artinya menolak perpanjangan masa jabatan presiden," kata Djayadi Hanan.
Adapun, kata Djayadi Hanan, responden yang setuju pendapat “Presiden Jokowi diperpanjang masa jabatannya hingga 2027 tanpa Pemilu karena pandemi yang belum berakhir" relatif kecil hanya 20.3 persen.
Bahkan, lanjutnya, di kalangan masyarakat yang mengetahui isu penundaan Pemilu dan penambahan masa jabatan Presiden sendiri tingkat penolakannya jauh lebih tinggi.
"Yaitu 74 persen. Kemudian di kalangan yang tidak tahu isu ini penolakannya sedikit lebih rendah tapi tetap mayoritas yaitu 67,5 persen," tuturnya.
Atas dasar itu, LSI memotret isu penundaan Pemilu dan penambahan masa jabatan Presiden mayoritas tidak dikehendaki oleh publik.
"Apa yang bisa kita lihat dari sini? Ada dua minimal. Satu, isu perpanjangan masa jabatan presiden itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Indonesia menurut survei ini. Kedua, kalau isu ini makin disebarkan, makin diketahui oleh publik maka tingkat penolakannya cenderung makin tinggi," demikian Djayadi Hanan. Survei LSI ini digelar pada medio 25 Februari hingga 1 Maret 2022. Dengan 1.197 responden yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional.
Survei menggunakan metode simple random sampling, dengan sampel basis sebanyak 1.197 responden dan toleransi kesalahan (margin of error) ±2,89 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini mewakili 71 persen dari populasi pemilih nasional.