Harga minyak bumi global telah melonjak lebih dari 10 persen, sejak Amerika dan Eropa memberlakukan sanksi ekonomi ketat terhadap Rusia. Tertundanya pencapaian kesepakatan nuklir Iran juga memicu kejutan stagflasi bagi pasar dunia.
Setidaknya demikian hasil analisa ekonomi Reuters dan Bank of America (BofA) pada Senin (7/3). Dikatakan, selain minyak dan gas, nilai tukar Euro serta komoditas dari semua sektor sedang mengalami krisis.
Harga minyak mentah jenis Brent kini bertengger di posisi 130,84 dollar AS per barel, 10 persen lebih tinggi dari harga sebelum perang terjadi di Ukraina. Sementara minyak mentah AS naik menjadi 125,60 dollar AS per barel dari sebelumnya 116,50 dollar AS per barel.
Saling berbalas embargo antara Rusia dan Uni Eropa, membuat prospek pertumbuhan ekonomi semakin gelap. Nilai tukar Euro terus melorot turun hingga 3 persen sejak pekan lalu. Ini adalah level terendah sejak pertengahan 2020.
Sejumlah analis memprediksi, nilai tukar euro masih berpotensi turun hingga nilai terendah pada 2020 yakni sekitar 1,0635 dollar AS per Euro. Saat ini, Euro diperdagangkan dengan harga 1.0864 dollar AS per Euro.
Nilai tukar dolar Amerika secara luas menguat, sebagian didukung oleh laporan lapangan kerja baru yang kuat yang menegaskan kembali ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga dari Federal Reserve bulan ini. Indeks dolar terakhir di 98,812 setelah naik 2,3 persen dibanding pekan lalu.
Di tengah ketidakpastian global itu, komoditas emas menjadi yang diuntungkan dari statusnya sebagai salah satu investasi barang teraman dan tertua dunia. Harga emas dunia telah naik 0,7 persen menjadi 1.983 dollar AS per ons.
Potensi pukulan terhadap pertumbuhan ekonomi global membuat saham berjangka S&P 500 turun 1,1%, sementara Nasdaq berjangka turun 1,4 persen. Selain itu semua, kini harga komoditas terutama, nikel naik 19 persen, aluminium 15 persen, seng 12 persen, dan tembaga 8 persen. Sementara itu pangan seperti gandum naik 60 persen dan jagung naik 15 persen.